MAKALAH
FIQIH MUNAKAHAT
TENTANG
IDDAH
Disusun Oleh :
v FAHRIANI :
152.112.079
v MAUIZATUL
HASANAH : 152.112.081
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
MATARAM
2013/2014.
KATA
PENGANTAR
Assalamu
‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Segala
puji dan rasa syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
senantiasa mencurahkan rahmatnya kepada kita semua. Shalawat dan salam juga
senantiasa kiranya penulis limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang telah
memberikan kesempatan waktu untuk penyelesaian makalah ini dan dengan limpahan
rahmat dan karunia Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata
kuliah fiqh munakahat yang berjudul “Iddah” guna untuk memenuhi tugas kelompok
pada mata kuliah fiqh munakahat.
Penulis
meyakini bahwa di dalam penulisan makalah ini tentu masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan maupun penguasaan materi. kami sangat
mengharapkan kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun kemajuan dalam berfikir untuk penulis agar makalah ini dapat dibuat
dengan yang lebih sempurna lagi.
Akhirnya
kepada Allah juga lah penulis minta ampun, semoga dengan adanya makalah ini
dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan kita yang sudah ada sebelumnya. Amin.
Dasan Agung,
28-04-2013
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................
A. Pengertian Iddah ........................................................................................
B. Macam-Macam Iddah .................................................................................
C. Kedudukan Hukum Iddah ..........................................................................
D. Hikmah Iddah ............................................................................................
BAB III PENUTUP ................................................................................................
A.
KESIMPULAN ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
Seks merupakan kebutuhan biologis laki-laki terhadap lawan
jenisnya atau sebaliknya. Ia merupakan naluri yang kuat serta selalu menuntut
untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan akan seks itu hanya bisa dilakukan apabila
antara laki-laki dan perempuan telah diikat oleh suatu ikatan yang sah yang
disebut dengan pernikahan.
Sesungguhnya tujuan nikah itu tidak hanya sekedar untuk
pemenuhan kebutuhan biologis menusia berupa seks. Tetapi ia punya tujuan lain
yang lebih mulia sebagaimana dituangkan di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 Pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Manakala setelah perkawinan terjadi hubungan seks, tetapi
dalam perjalanan perkawinan itu ternyata tidak berjalan dengan mulus dan
terdapat berbagai halangan dan rintangan yang mengakibatkan tujuan perkawinan
itu tidak bisa dicapai dan sebagai puncaknya terjadilah perceraian. Akibat dari
adanya perceraian inilah yang menyebabkan adanya kewajiban bagi seorang
perempuan untuk “beriddah” atau dalam istilah lain disebut “masa tunggu”.
BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG IDDAH
A.
PENGERTIAN IDDAH
Iddah menurut bahasa berasal dari kata “ al-‘udd ” dan “ al-Ihsha’
” yang berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari
jika dihitung satu per satu dan jumlah keseluruhanya. Firman Allah dalam
Al-qur’an :
إنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ
اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah
ialah dua belas bulan”. (QS. At-Taubah (9): 36)
Menurut istilah Fuqaha’ Iddah berarti masa menunggu wanita
sehingga halal bagi suami lain.[1]
Dari pengertian diatas kami dapat pengambil kesimpulan bahwa Iddah
ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang
diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna
atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak,[2] serta
untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
B. MACAM-MACAM IDDAH
Ada tiga macam-macam Iddah, yaitu :
1. Iddah sampai kelahiran
kandungan
Iddah seperti ini tidak
ada perbedaan pendapat antara para fuqaha’ bahwa wanita yang hamil jika
berpisah dengan suaminya karena talak atau khulu’ atau fasakh, baik wanita
merdeka atau budak, wamita mislimah atau kitabiyah, iddah-nya sampai melahirkan
kandungan. Firman Allah SWT. :
وَأُولاتُ
الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya.” (
QS. Ath-Thalaq(65): 4 ).
Wanita yang hamil
ditinggal suaminya karena meninggal dunia maka masa iddah-nya sampai melahirka
kandungannya. Ada pun alas an mereka :
a. Keumuman ayat al-qur’an. Sedangkan firman allah swt.
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ
وَعَشْرًا
“hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya
(beridah) empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah (2): 234). Ayat ini berlaku dagi wanita yang
tidak hamil.
b. Firman allah swt.
£`ßgè=y_r& br& z`÷èÒt £`ßgn=÷Hxq
“waktu
iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Thalaq (65): 4).
Kemudian ada juga ayat
yang turun belakangan yaitu surah Al-Baqarah ayat 234 :
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Orang-orang yang
meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para
istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah (2): 234). Di takhshish keumumanya.
c. Wanita ber-iddah dalam keadaan hamil selesai masa
iddahnya yaitu dengan melahirkan kandunganya itu karena disyariaatkan bagi
wanita kebebasan atau bersihnya rahim wanita.
2. Iddah beberapa kali
suci
Yaitu iddah setiap
perpisahan dalam hidup bukan sebab kematian, jika wanita itu masih haidh
sebagaimana firman allah swt. :
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ
“Wanita-wanita
yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah (2): 228).
3. Iddah dengan beberapa
bulan
Masa iddah dengan
beberapa bulan pada dua kondisi, yaitu sebagi berikut :
a. Kondisi wafatnya suami,
barangsiapa yang meninggal suaminya setelah nikah yang shahih walaupun dalam
iddah dari talak raj’i,[3]
iddahnya 4 bulan 10 hari, berdasarkan firman allah swt. Berdasarkan surah
al-baqarah ayat 234 diatas.
b. Kondisi berpindah (firaq),
jika istri sudan menopause atau kecil belum haidh, firman allah swt. :
وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ
ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ
“Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah
mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid.” (QS. Ath-Thalaq (65):
4).[4]
C.
KEDUDUKAN HUKUM
IDDAH
Perempuan yang
bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil
atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu,
sesuai dengan firman allah swt. :
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ
يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya.” (QS. Al-Baqarah (2): 228).
Diantara hadis nabi yang menyuruh menjalani masa iddah
tersebut adalah apa yang disampaikan oleh aisyah menurut riwayah ibnu majah
dengan sanad yang kuat yang artinya : “nabi saw. Menyuruh baurairah untuk
beriddah selama tiga kali haid.[5]
Dari ijma’ para ulamak juga sepakat wajibnya iddah
sejak masa Rasulullah saw. Ampai sekarang.[6]
D.
HIKMAH IDDAH
Adapun tujuan dan
hikmah diwajibkan Iddah itu adalah :
1. Untuk mengetahui bersihnya
rahim perempuan atau isteri tersebut dari bibit yang ditinggalkan oleh mantan
suaminya itu. Supaya tidak terjadi bercampur aduknya keturunan
(percampuran nasab), apabila mantan istri tersebut berkahwin dengan lelaki
lain.
2. Untuk memanjangkan
masa rujuk, jika cerai itu talak raj’i. Dengan adanya masa yang
panjang dan lama dapat memberi peluang kepada suami untuk berfikir (introspeksi
diri) dan mungkin menimbulkan penyesalan terhadap perbuatannya itu sehingga ia
ingin kembali kepada istrinya atau akan rujuk kembali.
3. Sebagai penghormatan
kepada suami yang meninggal dunia. Bagi seorang isteri yang kematian
suami yang dikasihinya sudah tentu akan meninggalkan kesan yang pahit di
jiwanya, dengan adanya iddah selama empat bulan sepuluh hari adalah
merupakan suatu masa yang sesuai untuk ia bersedih, sebelum menjalani kehidupan
yang baru di samping suami yang lain.[7]
4. untuk taadud,
artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara rasio kita
mengira tidak perlu lagi.[8]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Iddah ialah masa
menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan
oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau untuk
mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak, serta untuk
menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
Ada tiga terdapat macam-macam iddah yaitu :
1. Iddah sampai kelahiran
kandungan
2. Iddah beberapa kali
suci
3. Iddah dengan beberapa
bulan
Perempuan yang
bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil
atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu.
Adapun tujuan dan hikmah diwajibkan Iddah itu adalaha :
v Untuk mengetahui
bersihnya rahim perempuan atau isteri tersebut dari bibit yang ditinggalkan
oleh mantan suaminya itu. Supaya tidak terjadi bercampur aduknya
keturunan (percampuran nasab), apabila mantan istri tersebut berkahwin dengan
lelaki lain.
v Untuk memanjangkan masa
rujuk, jika cerai itu talak raj’i. Supaya si suami mempunyai
kesempatan untuk kembali kepada istrinya atau akan rujuk kembali jika ia sudah
sadar dan menyesal.
v Sebagai penghormatan
kepada suami yang meninggal dunia.
v untuk taadud, artinya
semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara rasio kita mengira
tidak perlu lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Syaripuddin, Prof. Dr. Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam Di
Indonesia. Jakarta : Kencana.
Azzam, Prof. Dr. Abdul Aziz M..dkk. 2009. FIQIH MUNAKAHAT :
khitbah, nikah, dan talak. Jakarta : AMZAH.
Rasjid, H. Sulaiman. 2011. FIQIH ISLAM. Bandung : Sinar Baru
Algensindo.
Abdurrahman,
I Doi. 1992. Perkawinan dalam Syari’at Islam. Jakarta : Renika Cipta.
Abdul
Fatah, Abd. Ahmadi. 1994. Fiqh Islam Lengkap. Jakarta : Rineka Cipta.
[1]
Prof. Dr. Abdul Aziz M. Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwes, Fiqih
Munakahat (khitbah, nikah, dan talak), (Jakarta : AMZAH, 2009), hlm. 318
[2] H.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm. 414
[3]
Sebagian ulama berpendapat, hikmah masa iddah 4 bulan 10 hari bahwa masa janin
120 adalah 4 bulan. Tetapi, bulan hilaliyah terkadang kurang dari 30 hari maka
disempurnakan dengan bilangan yang sempurna.
[4]
Prof. Dr. Abdul Aziz M. Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwes, ibid,
hlm. 330
[5]
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta :
Kencana, 2009), hlm. 304
[6]
Ibid, hlm. 320
[7]
Prof. Dr. Abdul Aziz M. Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwes, ibid,
hlm. 320
[8]
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Ibid, hlm. 305
Tidak ada komentar:
Posting Komentar